• Jelajahi

    Copyright © KUNINGAN UPDATE | Panduan Masa Depan
    Kuningan Update

    Iklan

     


    PDIP: Demokrasi Indonesia Berada Di Titik Kritis Akibat Ulah Penguasa

    KuninganUpdate.com
    Jumat, 02 Februari 2024, 18:23 WIB Last Updated 2024-02-02T11:23:46Z

    KUNINGAN UPDATE |  JAKARTA Dua pekan menjelang pencoblosan pada 14 Februari, kubu pasangan capres-cawapres 01 dan 03 terus melontarkan kritik-kritik pedas terhadap Presiden Jokowi. PDIP bahkan menyebut saat ini demokrasi Indonesia berada di titik kritis akibat ulah penguasa.

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai, Presiden Jokowi semakin mengerdilkan masyarakat Indonesia. Hal itu terlihat dari fokus Jokowi yang hanya berkutat di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Jawa Timur jelang pencoblosan pada 14 Februari mendatang.

    Di samping itu, kata Hasto, pernyataan Jokowi bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye juga merupakan alarm bahaya bagi demokrasi Indonesia. Apalagi pernyataan itu diutarakan di kompleks TNI dan di hadapan salah satu capres, yakni Prabowo Subianto.

    "Bapak Presiden Jokowi menyatakan bahwa sebagai pejabat publik, sebagai tokoh politik itu boleh berpihak, boleh ikut berkampanye. Inilah yang kemudian membawa demokrasi Indonesia dalam titik yang sangat kritis," ujar Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis (1/2/2024).

    Sikap Jokowi juga menyulut reaksi dari berbagai elemen masyarakat yang terus memperjuangkan demokrasi. Salah satunya yang terbaru adalah sikap dari sivitas Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Jokowi. 

    Presiden dua periode itu semakin menunjukkan bentuk penyimpangan terhadap prinsip moral, demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial yang merupakan esensi dari nilai-nilai Pancasila.

    "Meskipun (Jokowi) mendukung Prabowo-Gibran, tapi jangan gunakan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai. Karena kami masih mengharapkan bahwa Indonesia ini negeri yang kebaikan dan tradisi yang hidup kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hati nurani," ujar Hasto.

    Sementara sivitas akademika UGM yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni, berkumpul di Balairung UGM pada Rabu (31/1/2024) sore. Mereka menyampaikan Petisi Bulaksumur untuk menyikapi kondisi perpolitikan nasional saat ini yang dinilai telah menyimpang.

    Dalam petisi tersebut disampaikan juga bahwa sivitas akademika UGM menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Jokowi yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Para akademisi UGM memandang pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK), keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi.

    Pernyataan Jokowi itu tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi.

    "Presiden Jokowi sebagai alumni, semestinya berpegang pada jati diri UGM, yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan turut memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah demi melanjutkan estafet kepemimpinan untuk mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945," kata Prof Kuntjoro membacakan petisi mewakili sivitas akademika.


    Kritik kencang juga datang dari kubu paslon 01. Mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong atau Tom Lembong menyuarakan pentingnya merevisi Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Omnibus Law. Pria yang kini menjadi Co-Kapten Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) itu menyebut UU Ciptaker Omnibus Law produk gagal.

    "Saya termasuk di antara beberapa perumus awal rancangan omnibus law di periode pertama Presiden Jokowi dan bisa saya sampaikan bahwa produk akhir yang keluar dari legislasi DPR itu sangat berbeda dengan niat awal waktu kita merumuskan di periode pertama Presiden Jokowi. Saya melihat ini barang harus benar-benar direvisi karena memang tidak berhasil," kata Tom Lembong.

    Tom menyatakan secara lugas bahwa UU Ciptaker seolah-olah seperti peluru ajaib yang akan membuka lapangan pekerjaan dan mendongkrak perekonomian. Padahal kenyataannya tidak demikian. 

    "Sekarang sudah di tahun ketiga mau tahun keempat setelah omnibus law, berapa pertumbuhan ekonomi kita sekarang? Kan sama saja. Bagaimana pengangguran dan jumlah pekerja di sektor informal dalam tiga atau empat tahun ini juga tidak bergerak," tuturnya.

    Pertumbuhan ekonomi di Indonesia disebut tidak berubah atau stagnan di angka sekitar 5 persen. Selain melihat data pertumbuhan ekonomi, Tom juga melihat data lain yang berkaitan dengan konsumsi masyarakat. Seperti data jumlah penjualan kendaraan dan barang elektronik yang menggambarkan indikator kemampuan masyarakat secara ekonomi. (*)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini